MARI GABUNG DENGAN SOBATKU DI
FACEBOOK FANSPAGE PRAY ARAI
Saya adalah satu dari sekian dari warga negara Republik ini yang tak becus berbahasa Inggris; saya pun menyesali nasib saya tersebut, nasib yang disebabkan oleh hukum fraktal (hukum kesinambungan). Oleh karena itu, ketika membaca judul cerpen ini, dengan segala pengetahuan saya, saya menyangka cerpen ini bertema sepak bola.
Seumpama kamus, perbendaharaan entri yang termuat dalam otak saya kurang begitu komplit. Entri Safe diartikan oleh otak saya sebagai nama pesepak bola asal Negeri Jiran, Safee Sali. Karena tidak ada opsi lain. Jadi, ketika mendapati entri Safe, otak saya segera mengasosiasikan dengan sepak bola.
Namun, setelah membaca paragraf pembukaan hingga rampung, saya pun tersipu-sipu. Ternyata dugaan saya meleset, bahkan melesetnya tidak tanggung-tanggung. Saya seperti membidikkan bola ke arah kiri kiper ketika mengeksekusi tendangan pinalti. Namun, justru bola melenceng jauh hingga melewati tiang gawang. Cerpen ini tak berhubungan sama sekali dengan sepak bola.
Saya pun teringat kepada cerpen Alvian Rahmatollah (AR) sebelumnya: Dear one who is now distant,. Saya pun mengalami fenomena AHA. Lalu saya pun bergegas merujuk kepada kamus Inggris—Indonesia saya, yang sampulnya masih terlihat apik. Dan saya mendapati entri tersebut ada di dalam kamus itu. Namun, kali ini saya tak terburu-buru berkesimpulan, karena gengsi kalau-kalau dibilang lebih goblok dibandingkan dengan keledai (padahal faktanya begitulah keadaan saya). Setelah mengonsumsi cerpen ini hingga tanda baca terakhir, saya baru berani menyatakan bahwa dugaan saya benar adanya; cerpen ini berpola sama dengan cerpen sebelumnya, berjudul istilah asing.
Menurut saya, Alvin Rahmatollah adalah satu dari sekian anggota FP Pulpen yang berbakat menulis (dengan asumsi bakat itu bukan hanya mitos); saya kira FP Pulpen cukup beruntung beranggotakannya. Dua cerpen yang telah dia bagikan di sini adalah bukti kualitasnya.
Kedua cerpen yang telah dibagikannya meruapkan aroma intelektualitas. Cerpennya dibangun atas penguasaan tata bahasa, penguasaan pengetahuan isi cerita, penguasaan pengetahuan seni bahasa, penguasaan teknik penceritaan yang baik, dan ide yang tak klise.
AR menyusun paragraf cerpennya dalam bahasa yang terselubung sehingga memerlukan kesabaran ekstra untuk memahaminya; saya sendiri mesti membacanya berulang-ulang untuk mendapatkan pemahaman, minimal mendekati, yang dimaksudkan. Saat membaca cerpen ini seolah-olah saya sedang membaca cerpen dalam koran-koran Minggu.
Cerpen Safe tergolong dalam cerita fabel. Cerita bergaya fabel jarang dieksplorasi oleh para cerpenis di FP Pulpen ini, rata-rata kesemuanya menggunakan tokoh manusia. Safe bercerita tentang seekor burung yang terbunuh saat dirinya merasa aman. Namun dalam kematian itulah dia menemukan rasa aman yang sejati. Kematian yang dianggap menakutkan, digambarkan begitu indah dalam cerpen ini, sebagaiman kematian Gadis Penjual Korek Api dalam cerita HC Andersen.
Cerpen ini bersetting tempat di langit, biarpun setting tempat itu tidak dituliskan dengan eksplisit, bersetting waktu pada siang hari, dan menggunakan plot maju. Sementara penokohan tidak dijelaskan dengan detail. Namun, kesamaran tokoh dalam cerpen ini, sama sekali tidak mengganggu jalannya cerita.
Saat membaca cerpen ini tiba-tiba kegalauan saya membuncah; saya mendapati paragraf yang memuat persoalan yang telah menjadi problema saya sekian waktu lamanya.
Angin sejuk menyapu lembut kedua sisi wajahku. Kedua tanganku terbuka lebar, memanjang keluar dari tubuh ini. Mereka membelah sang angin. Kedua mataku tertutup, ingin membiarkan seluruh saraf di tubuh ini terfokus hanya untuk merasakan belaian sang angin. Belaian yang seakan membungkusku dalam perisai tak terlihat.
Saya belajar tata bahasa Indonesia secara autodidak, dan selama itu saya masih dibuat puyeng oleh pronomina persona orang ketiga jamak “mereka”, apakah bisa digunakan sebagai pengganti selain manusia ataukah tidak. Dan kebetulan pada kesempatan ini, saya menemukan kata ganti itu digunakan bukan untuk manusia. Dan yang dimaksud dengan Mereka pada klausa Mereka membelah angin adalah kedua tangan atau sayap. Dan selama ini, selama belum menemukan jawabannya, saya menerapkan kaidah tata bahasa Arab dalam tulisan saya. Menurut tata bahasa Arab kata ganti (dhomir) hum (mereka lelaki), hunna (mereka perempuan), dan humma (mereka berdua-bisa lelaki dan perempuan) tidak baku digunakan pada selain manusia. Jadi, kata ganti mereka hanya digunakan untuk manusia saja. Apakah paragraf ini merupakan solusi permasalahan saya?
Ada bagian dalam cerpen ini yang agak mengganggu saya, terutama pada bagian dialog. Antara dialog dan narasi terkesan njomplang. Pada bagian narasi digarap dalam bahasa yang cenderung puitis, kreatif, dan sarat makna. Namun pada dialog menggunakan bahasa gaul yang terasa dangkal. Mungkin, saya berhusnuzon saja, AR ingin mencairkan suasana. Dia ingin memberikan ruang kepada pembaca untuk adempause pada bagian dialog tersebut.
Dan saya kira, dengan dua cerpennya itu, AR sudah layak disandingkan dengan cerpenis berkualitas di FP ini (Ikhwan Al-Karomainy, Tha Yr., Eka Restu Anggraini, dll.), biarpun berstatus pendatang baru. Inilah komentar dan pendapat saya; entah, pendapat anda tentang cerpen ini dan AR.
Tabik
Praey Arai
Thanks for reading & sharing TAOO Revo
0 komentar:
Posting Komentar